Mantan kuasa hukum almarhum Soerjadi dan Buttu Hutapea, Paskalis Pieter minta pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menindaklanjuti dan menuntaskan kasus 27 Juli, agar tidak membawa preseden buruk bagi penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia. "24 tahun berlalu, kasus 27 Juli tidak menunjukkan kejelasan penuntasan dan lambat laun akan menjadi kuda tuli," kata Paskalis dalam keterangannya, Jakarta, Senin (27/7/2020). Menurutnya, kasus 27 Juli merupakan kasus pelanggaran hukum, hak asasi manusia dan demokrasi yang terbesar di era Soeharto, ekses Kasus 27 Juli pun telah memakan korban jiwa dan materi yang tak ternilai.
Ia menyebut, almarhum Soerjadi dan Buttu Hutapea pada 20 tahun silam telah diperiksa dan ditahan penyidik Mabes Polri, tetapi tidak jelas nasib hukumnya sampai meninggal dunia. "Pemeriksaan dan penahanan terhadap kedua tokoh ini pun sarat dengan muatan politis ketimbang hukum. Padahal, secara yuridis Soerjadi Cs tidak dalam kapasitas sebagaimana dituduhkan oleh Mabes Polri," paparnya. Paskalis menyayangkan betapa negara yang bernapaskan hukum ketika seseorang ditahan tanpa sebuah proses hukum atau pertanggunganjawaban yang tidak jelas.
"Penahanan Drs Serjadi dan Buttu Hutapea tidak diikuti dengan proses peradilan terhadap kedua tokoh ini secara jelas telah membawa implikasi terjadinya pelanggaran hukum dan hak asasi manusia," kata Paskalis. Kasus yang saat ini sudah memasuki usia 24 tahun, kata Paskalis, selalu berbicara dan diperingati masyarakat umum dari tahun ke tahun. "Pendapat umum mengatakan bahwa yang menjadi dalang kasus 27 Juli atau yang dikenal dengan penyerbuan Kantor DPP PDI pada waktu itu adalah keterlibatan militer Orba," ujarnya.
"Tuduhan yang diarahkan kepada kelompok Soerjadi atau PDI dalam penyerbuan Kantor DPP PDI pada waktu itu adalah tidak beralasan dan merupakan pemutarbalikan fakta," sambungnya.