Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut banyak faktor yang membuat munculnya dinasti dalam pencalonan kepala daerah dari partai politik. Satu di antaranya, faktor elite partai politik yang belum demokratis dalam menentukan sosok calon kepala daerah. "Contohnya daerah sudah melakukan rekrutmen, tetapi DPP (Dewan Pimpinan Pusat) bisa ambil alih. Jadi proses yang sudah berlangsung di daerah bisa dieliminir, bisa dikemudian dibatalkan oleh DPP," kata Titi saat acara diskusi terkait UU Pilkada dan Kekhawatiran Menguatnya Dinasti Politik di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (28/7/2020).
Menurutnya, tata kelola partai politik yang masih sentralistik perlu dievaluasi di dalam undang undang kepemiluan ke depan, agar menciptakan sistem yang desentralisasi. "Jadi ada kontribusi dari kaidah hukum dan regulasi pemilihan kita yang memang seolah olah memberikan karpet merah bagi hadirnya politik dinasti," paparnya. Selain itu, proses rekrutmen calon kepala daerah hanya dapat diputuskan segelintir pihak di partai politik, tanpa adanya kompetisi antar calon yang melibatkan anggota serta pengurus.
"Siapa yang memutuskan, partai akan mencalonkan si A, si B, itu kan elite semua yang mencalonkan. kompetisi promosi berbasis kaderisasi, berbasis rekrutmen politik yang demokratis, itu tidak muncul," papar Titi. "Jadi sebenarnya politik dinasti adalah refleksi dari politik dinasti di internal partai. Dia itu memang kelanjutan dari politik dinasti yang terjadi di internal," sambungnya.