Gugatan Pemblokiran Internet di Papua Karena 2 Kali Aksi Tak Direspon Pemerintah SAFEnet

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah menyatakan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dan Menkominfo melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran internet di Papua pada 2019. Terkait hal itu, salah satu pihak penggugat, yakni SAFEnet Indonesia mengungkap alasan dibalik pengajuan gugatan ke PTUN. Perwakilan SAFEnet Indonesia Ikaningtyas mengatakan pihaknya melihat kebijakan dua kali pemblokiran internet di Papua merugikan masyarakat luas, terutama masyarakat Papua.

"Karena pemblokiran dan pembatasan akses informasi ini melanggar hak digital, terutama melanggar hak warga negara untuk mengakses informasi yang sebenarnya," ujar Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Indonesia, Ikaningtyas dalam konferensi pers virtual dari Tim Pembela Kebebasan Pers, Kamis (4/6/2020). Menurutnya, dampak dari pemblokiran dan pembatasan akses di Papua saat itu membuat masyarakat menjadi terhambat untuk mengabarkan situasi, seperti keselamatan diri hingga susah mendapatkan informasi yang sebenarnya. Hal itu juga berdampak dan mengganggu kerja jurnalis yang tidak bisa menyampaikan informasi secara cepat dan lancar.

Di sisi lain, Ikaningtyas mengatakan SAFEnet Indonesia sempat melakukan dua aksi sebelum mengambil langkah pengajuan gugatan ke PTUN. Salah satunya adalah membuat petisi online yang meminta pemerintah dalam hal ini Kominfo untuk membuka pembatasan Internet yang ada di Papua. "Sementara aksi kedua yaitu beberapa pengurus sempat bertemu langsung dengan pihak pemerintah Indonesia untuk menjelaskan bagaimana aspek dan dampak dari pembatasan dan pemblokiran internet yang terjadi di Papua," ungkapnya.

Namun, dua aksi itu tidak mendapat respon yang bagus dari pemerintah. Pemerintah juga ternyata tetap melanjutkan pembatasan dan pemblokiran internet di Papua. Oleh karenanya, SAFEnet Indonesia bersama Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) kemudian menempuh jalur hukum pada November 2019.

"Kita melakukan ini untuk menguji apakah pemerintah sudah melakukan prosedur yang benar dan bagaimana dampak yang sebenarnya terjadi ketika pilihan kebijakan ini diambil," katanya. "Makanya ini menjadi pilihan terakhir yang diambil SAFEnet karena dua kali tidak mendapatkan respon dari pemerintah," pungkasnya. Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.

Sidang pembacaan putusan digelar di PTUN Jakarta, pada Rabu (3/6/2020). "Mengabulkan gugatan para tergugat untuk seluruhnya. Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan," kata Hakim PTUN, saat membacakan putusan, Rabu (3/6/2020). Untuk diketahui pemerintah memblokir internet di Papua dan papua Barat saat terjadi kerusuhan di Manokwari, Papua 2019 lalu.

Dua kali pemerintah membatasi akses internet di wilayah paling Timur Indonesia tersebut . Pertama yakni pembatasan akses pada 19 Agustus 2019 dan pemblokiran penuh pada 21 Agustus 2019. Berdasarkan keterangan Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu saat itu, pemblokiran dilakukan setelah pihak Kementerian Kominfo berkoordinasi dengan penegak hukum dan instansi terkait. "Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan data telekomunikasi, mulai Rabu (21/8) hingga suasana tanah Papua kembali kondusif dan normal," kata Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu, (21/8/2019).

Adapun tergugat kasus pemblokiran akses layan internet tersebut yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menkominfo. Pada saat itu Menkominfo masih dijabat Rudiantara sebelum kemudian diganti Johnny Plate Oktober 2019.

Leave a Comment